Pengaturan Mangkir Pada Undang – Undang Ketenagakerjaan


 

Penghapusan Pasal 168 dalam Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjadi pertanyaan baru dalam aturan Ketenagakerjaan, apakah pekerja yang mangkir/tidak masuk bekerja tidak dapat di-PHK dengan kualifikasi mengundurkan diri?

 

Pengertian Mangkir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu kata adjektiva (kata sifat) yang artinya tidak datang atau absen. Dengan kata lain mangkir adalah jika karyawan tidak masuk kerja didalam jam kerja tanpa memberikan keterangan yang bisa dipertanggungjawabkan secara tertulis dan sah.

 

Dalam hal Pekerja  mangkir/tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas, maka berlaku prinsip no work no pay. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 93 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa upah tidak dibayar apabila Pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

 

Pada prinsipnya kewajiban Pekerja adalah untuk bekerja. Ketika Pekerja berhalangan untuk masuk kerja, maka Pekerja harus menunjukkan itikad baik dengan memberitahukan penyebab ketidakhadirannya.

 

Apabila Pekerja tidak masuk bekerja lalu dipanggil dan menerima pemanggilan tersebut, maka pekerja memiliki kewajiban untuk hadir di lokasi kerja untuk menjawab pemanggilan pertama tersebut.

 

Apabila pemanggilan pertama dan pemanggilan kedua telah dilakukan tetapi pekerja tidak merespon panggilan tersebut, dengan mempertimbangkan juga bahwa pada saat ini dengan kecanggihan teknologi Pekerja dapat memberitahukan alasan ketidakhadiran lewat media elektronik, maka tidak diresponnya panggilan oleh Pekerja dapat menjadi dasar mengkualifikasikan Pekerja sebagai mangkir.

 

Berdasarkan pengaturan Pasal 154A ayat (1) huruf j Undang Undang no 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah pengganti Undang Undang No 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang berisi:

 

“Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis.”

 

Bahwa terdapat kalimat yang hilang di dalam pengaturan mangkir yang diatur oleh Undang Undang Cipta Kerja, yaitu terkait  “dapat diputus  hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri”. Dengan hilang nya kalimat tersebut, apakah pekerja yang mangkir dapat dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri? Jawabannya adalah tidak. Terhadap pekerja yang mangkir tidak lagi dapat dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri. Satu hal yang harus diperhatikan, berdasarkan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2022 terhadap Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya karena mangkir berhak mendapat uang penggantian hak dan uang pisah. Untuk hak yang berhak didapatkan Pekerja masih sama dengan UU 13/2003 ketika Pekerja dikualifikasikan mengundurkan diri. Jadi berdasarkan pengaturan terbaru dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan turunannya, Pekerja yang mangkir tidak lagi dapat dikualifikasikan mengundurkan diri, tapi hak yang didapat sama seperti ketika dikualifikasikan mengundurkan diri.